Thursday, October 15, 2015

Wasiat

Definisi Wasiat:

Kata wasiat itu diambil dari kata wahshaitu asy-syaia, uushiihi, artinya aushaltuhu ( aku menyampaikan sesuatu). Maka orang yang berwasiat adalah orang yang menyampaikan pesan diwaktu dia hidup untuk dilaksanakan sesudah dia mati.


Firman Allah SWT

كُتِبَ عَلَيْكُمْ اِذَا حَضَرَ اَحَدَ كُمُ الْمَوْتُ اِنْ تَرَكَ خَيْرًان الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوْفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِيْنَ

“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan tanda-tanda maut, jika dia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya dengan cara yang baik. Ini adalah kewajiban atas orang-orang yang taqwa( QS Al-Baqarah : 180 )


Dalam sunnah juga terdapat hadist-hadist berikut:

“ telah diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan muslim, dari Ibnu Umar r.a., dia berkata:  Telah bersabda Rasulullah saw: “ Hak bagi seorang muslim yang mempunyai sesuatu yang hendak diwasiatkan, sesudah bermalam dua malam tiada lain wasiatnya itu tertulis pada amal kebajikannya.” Ibnu Umar berkata : Tidak berlalu bagiku satu malampun sejak aku mendengar Rasulullah saw. Mengucapkan hadist itu kecuali wasiatku berada di sisiku.

Makna dari hadist ini adalah bahwa yang demikian ini merupakan suatu keberhati-hatian, sebab kemungkinan orang yang berwasiat itu mati secara tiba-tiba.



Dasar Hukum Wasiat:

  1. Wajib. Memandang bahwa wasiat itu wajib bagi seriap orang yang meninggalkan harta, baik harta itu banyak maupun sedikit, mereka berdalih dengan firman Allah Surah Al-Baqarah ayat 180. (Pendapat Az-Zuhri dan Abu Miljan).
  2. Wajib kepada orang tua dan kerabat. Memandang bahwa wasiat kepada kedua orang tua dan karib kerabat yang tidak mewarisi dari si mati wajib hukumnya (PendapatMazhab Masruq, Iyas, Qatadah, Ibnu Jarir dan Az-Zuhri).
  3. Terkadang wajib, sunat, haram, makruh, dan terkadang jaiz (boleh).(Pendapat Imam yang empat dan aliran Zaidiyah). Rinciannya, sebagai berikut:
    • Wajibnya Wasiat. Bila manusia mempunyai kewajiban syara' yang dikhawatirkan akan disia-siakan bila dia tidak berwasiat, misalnya: adanya titipan, hutang kepada Allah dan manusia, hutang zakat atau haji, atau mempunyai amanat yang harus disampaikan
    • Sunatnya wasiat. Bila ia diperuntukkan bagi kebajikan, karib kerabat, orang-orang fakir, dan orang-orang shaleh.
    • Haramnya wasiat. Bila ia merugikan ahli waris. Diriwayatkan dari Sa'id bin Manshur dengan isnad yang shahih, berkata Ibnu 'Abbas r.a.:"Merugikan ahli waris di dalam wasiat itu termasuk dosa besar." Wasiat jenis ini termasuk katergori batil, sekalipun jumlahnya tidak mencapai sepertiga harta. Diharamkan pula mewasiatkan khamar, membangun gereja atau tempat hiburan.
    • Jaiznya wasiat. Bila ia ditujukan kepada orang yang kaya, baik dia kerabat ataupun bukan.




Rukun Wasiat:

  • Ijab dengan ucapan. Ijab itu dengan segala lafadz yang menunjukkan kepemilikan yang dilaksanakan sesudah dia matai dan tanpa adanya imbalan. Seperti: "Aku wasiatkan kepada si A begini setelah aku mati", atau "Aku berikan itu " atau "Aku serahkan pemilikannya kepada si B sepeninggalku." dll.
  • Ijab dengan isyarat dan tulisan. Selain terjadi dengan melalui pernyataan, wasiat bisa terjadi pula melalui isyarat yang dapat dipahami, bila pemberi wasiat tidak sanggup berbicara; juga sah pula akad wasiat melalui tulisan.
  • Wasiat untuk umum. Apabila penerima wasiat tidak tertentu, seperti untuk masjid, tempat pengungsian, sekolah atau rumah sakit, maka ia tidak memerlukan kabul; cukup dengan ijab saja, sebab dalam keadaan yang demikian wasiat itu menjadishadaqah
  • Wasiat untuk orang tertentu. Apabila wasiat diberikan kepada orang tertentu, maka ia memerlukan kabul dari si penerima wasiat setelah si pemberi mati, atau kabul dari walinya jika si penerima wasiat belum memiliki kecerdasan. Jika wasiat diterima, maka terjadilah wasiat itu, tetapi jika ditolak, maka batallah wasiat itu, dan ia tetap menjadi milik para ahli waris si pemberi.
Syarat Pemberi, Penerima & Objek Wasiat:
  1. Pemberi wasiat. Disyaratkan agar orang yang memberi wasiat itu adalah oarang yang mempunyai kompetensi (kecakapan) yang sah, yang meliputi akal, kedewasaan, kemerdekaan, ikhtiar dan tidak dibatasi karena kedunguan atau kelalaian.  Maka wasiat dari anak-anak, orang gila, hamba sahaya, dipaksa atau dibatasi, maka wasiatnya tidak sah. Akan tetapi Imam Malik menetang pendapat ini dan membolehkan orang yang lemah akal dan anak kecil berwasiat selama memahami makna mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala. (Pendapat ini diadopsi juga oleh  Undang-Undang Mesir).
  2. Penerima wasiat. 1.Dia bukan ahli waris dari si pemberi wasiat. إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَعْطَى كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ فَلاَ وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada pemiliknya, maka tidak ada wasiat bagi ahli waris.” [1]. 2. Tidak menjadi pembunuh si pemberi wasiat, dengan pembunuhan yang diharamkan secara langsung.
  3. Objek wasiat. Disyaratkan agar yang diwasiatkan itu bisa dimiliki dengan salah satu cara pemilikan setelah pemberi wasiat mati. Dengan demikian, maka sahlah wasiat mengenai semua harta yang bernilai, baik berupa barang maupun manfaat. Juga buah dari tanaman dan apa yang ada di perut sapi betina, sebab yang demikian dapat dimiliki melalui warisan. Maka selama yang diwasiatkan itu ada wujudnya di waktu yang mewasiatkan mati, orang yang diberi wasiat berhak atasnya. Ini jelas berbeda dengan wasiat mengenai barang yang tidak ada. Sah pula mewasiatkan piutang dan manfaat seperti tempat tinggal serta kesenangan. Dan tidak sah mewasiatkan yang bukan harta, seperti bangkai; dan yang tidak bernilai bagi orang yang mengadakan akad wasiat, seperti khamar bag kaum Muslimin.


No comments:

Post a Comment